Saat seseorang melakukan play victim (bermain sebagai korban) namun terus-menerus melontarkan kritikan, apakah bisa dipercayai?
Dengan play victim sebenarnya dengan polos ia mengakui bahwa ia tidak cermat, kurang pengetahuan, tidak mampu membaca tanda-tanda/petunjuk. Jika demikian, apakah kritikan-kritikannya bisa dipercayai kebenaran dan keakuratannya jika ia terus-menerus mengaku sebagai korban?
Pada akhirnya ia akan semakin terlihat bahwa ia bukanlah korban dari perbuatan yang dilakukan oleh orang lain, melainkan ia adalah korban dari kebodohannya sendiri. Semakin ia sibuk menyalahkan orang lain, justru semakin memperlihatkan kebodohannya sendiri.
Terus-menerus menyalahkan orang lain hanya akan menenggelamkan diri sendiri, seolah-olah pintar namun tidak pernah menunjukkan kemampuan dan prestasinya. Memang mungkin pandai berkelit namun sering terjebak pada omongannya sendiri sehingga tidak konsisten, logika argumentasinya sering bertabrakan satu sama lainnya yang hanya semakin menjebak dirinya sendiri.
Itulah mengapa para bijak memberi petuah, pancarkan cahaya dengan membagikan/sharing pengalaman atau karya kreatif. Saat seseorang jujur dan lurus dia tidak perlu mengingat apa yang pernah diucapkannya karena tidak ada kebohongan yang perlu ditutup-tutupi. Langkah hidup menjadi ringan, spontan dan tepat dalam sikap.
Foto: Imelda, Griya Anggrek Cipanas
No comments:
Post a Comment