Tuesday, 26 June 2018

Distorsi Ajaran

Kebetulan saya dulu pernah belajar di seminari (SMA) dan mendapatkan pelajaran kitab suci. Pelajaran kitab suci menjelaskan bahwa kitab suci adalah kumpulan/kompilasi tulisan-tulisan yang karena penulisnya berbeda-beda maka cerita yang sama bisa beda versi/data. Para penulis juga sering tidak sezaman atau tidak hidup pada masa yang sama dengan tokoh yang dituliskan, hanya cerita turun-temurun (tradisi lisan) sejauh yang diingat atau suatu sudut pandang tentang tokoh tersebut. Untuk menjamin kebenaran cerita-cerita itu maka diwajibkan mengimaninya sebagai atas kuasa roh kudus. Dilarang membantah karena jika membantah akan disebut sesat.

Penelusuran sejarah berdirinya agama dan penyusunan Alkitab selanjutnya ternyata mengungkap bahwa diyakininya kebenaran ajaran agama tidaklah semulus yang disampaikan dalam pelajaran sekolah maupun pengajaran agama. Penuh lika-liku, perdebatan sengit hingga berdarah-darah. Motif politik dan kekuasaan membuat situasi ini semakin rumit dengan alasan untuk membela kebesaran nama Tuhan. Itulah mengapa orang bisa lihat kemarahan menjadi cara untuk menekan mereka yang mempertanyakan dengan kritis. Iman adalah wilayah yang tidak boleh dipertanyakan dan hanya boleh diamini.

“Lebih mudah untuk membodohi orang dari pada meyakinkan mereka bahwa mereka telah dibodohi” 
~ Mark Twain 

Itulah mengapa tidak ada ruang gerak untuk pemikiran kritis dalam agama. Tidak mengherankan jika justru mereka yang memiliki karakter keras dan pemarah menjadi pimpinan agama-agama, menjadi panutan dan itulah mengapa agama-agama terlibat dalam perang baik perebutan wilayah maupun berebut penganut.

Kondisi yang telah berlangsung ribuan tahun ini membuat ajaran spiritual yang disampaikan para tokoh spiritual yang sebenarnya banyak terdistorsi, mengalami pembusukan sangat parah. Ajaran aslinya adalah tentang cinta tanpa syarat namun telah melenceng jauh membawa penganutnya pada permusuhan dan peperangan berdarah-darah. Mereka yang justru memahami ajaran spiritual yang sebenarnya malah dimusuhi, disingkirkan karena dianggap sesat atau bidaah sebab berbeda dengan versi yang diimani.

“Perbudakan Mental adalah bentuk perbudakan yang terburuk. Perbudakan mental menciptakan ilusi kebebasan. Ini membuatmu menaruh kepercayaan, cinta dan membela pihak yang menguasai dan memperbudakmu sementara itu kau malahan memusuhi mereka yang mencoba membebaskan dirimu dan membuka matamu. 
~ Eli 

Gerakan radikal dan terorisme berlatar belakang agama bersumber dari kondisi ini. Upaya yang telah berlangsung ribuan​ tahun sangat terkendala oleh sikap-sikap keras dari para pemeluk agama yang cenderung fanatik sebab mereka hanya boleh mengimani dan dilarang berpikir kritis mempertanyakannya, yang melanggar disebut sesat dan dianggap ancaman.

“Segala yang kau inginkan ada di sisi sebaliknya dari ketakutan” 
~ Jack Canfield

No comments:

Post a Comment