Tuesday, 11 June 2019

Zombie – Manusia Tanpa Jiwa

Wong Jawa ilang jawane, "hilang jiwa"-nya, "soulless". Fenomena ini terlihat jelas di masa ini seperti terlihat di media sosial begitu mudahnya orang mengeluarkan kata-kata kasar, hujatan, ejekan, makian, fitnah dan hoax. Lebih-lebih saat membela nafsu dan kepentingannya, tak segan-segan menyerukan slogan-slogan ancaman permusuhan, merusak dan bahkan mengebom.

Manusia yang kehilangan jiwanya atau soulless beings tak lain adalah monster tak berjiwa yang bengis, tidak kenal ampun dan liar. Banyak orang tidak menyadarinya bahkan memuja dan memujinya sebab para zombie ini menggunakan atribut dan panji-panji relijius. Banyak orang bergabung dan mendanai aksi-aksi para zombie yang dikiranya sebagai membela Tuhan demi imbalan mendapatkan berkah. Mereka mengira bahwa Tuhan juga melakukan transaksi dagang sama seperti manusia untuk mendapatkan keuntungan.

Banyak kerusakan dan kehancuran telah dibuat oleh para zombie itu, seperti negara-negara yang hancur oleh aksi-aksi teror. Satu demi satu negara yang mereka kuasai diluluhlantakkan dan masyarakatnya jatuh dalam kemiskinan, perang dan kekerasan, saling curiga dan siapa yang kuat akan menjadi hakim dan menetapkan hukum yang berlaku.

Nasehat-nasehat kebijaksanaan hidup dan budaya menghormati sesama ditinggalkan, praktek menghormati alam disebut penyembahan berhala, penghormatan kepada leluhur dianggap takhayul dan musyrik, budaya leluhur ditinggalkan sehingga hilang jati diri sebagai bangsa berperadaban luhur.

Nasehat-nasehat leluhur memang nampaknya sederhana, sekedar menjaga pikiran dan perkataan untuk tidak melukai sesama, namun sebenarnya langsung mengena pada inti spiritualitas bahwa makhluk berbudi luhur hanya mengucapkan kata-kata indah dan damai. Kata-kata adalah mantra yang menjadi ageman/busana bagi makhluk berjiwa luhur. Seni dan peradaban luhur lahir dari jiwa penuh welas asih.

Manusia yang berjiwa adalah manusia yang hidup welas asihnya, tepa slira yang artinya bisa merasakan penderitaan sesama dan memperlakukan sesama seperti halnya dirinya ingin diterima dan diperlakukan. Jiwa yang hidup akan menggunakan kepekaannya berbela rasa sehingga perilakunya bijaksana dalam menggunakan kecerdasannya, maka sebagai hasilnya adalah penciptaan kehidupan dengan sentuhan rasa seni keindahan.

Saatnya kembali ke semangat spiritualitas leluhur yang telah mewariskan aneka ragam seni budaya adiluhung. Kedekatan leluhur dengan Sang Pencipta tidak dituliskan dalam buku untuk diyakini sebagai perintahNya, melainkan dituliskan dalam hati untuk menggerakkan pikiran kreatif menciptakan karya-karya seni dan pengalaman hidup damai, sejahtera dan bahagia.

Spiritualitas asli Nusantara adalah roh suci (spirit) yang melahirkan seni budaya indah sebagai ekspresi menyatu dengan Sang Pencipta Keindahan. Jiwa-jiwa suci (animisme) yang menggunakan daya hidup (dinamisme) untuk terus-menerus merayakan kebahagiaan dengan cara-cara suci, yakni kreativitas seni.

...((( 💓 )))...

No comments:

Post a Comment