Keterbatasan fitur tubuh fisik membuat seseorang hanya mengingat sejauh yang terekam di dalam otaknya dengan kata lain selama seseorang berpikir dengan otaknya dan sebatas mengandalkan indera fisiknya maka hanya sejauh itu ia akan mampu melihat kehidupan. Namun melalui latihan-latihan spiritual yang membangunkan kesadarannya selaku makhluk spiritual seseorang dapat membangkitkan kesadarannya yang melampaui keterbatasan fisiknya. Istilah “mati sajroning urip” (mati selama dalam menjalani hidup fisik) memuat pesan bagaimana seseorang bisa bangun dari mimpi buruk berupa pengalaman hidup fisik.
Suatu periode hidup fisik hanyalah sepenggal kisah hidup suatu jiwa, sekedar sepotong mimpi dalam tidurnya berupa menjalani hidup di alam fisik. Saat seseorang mati meninggalkan tubuh fisiknya mungkin baru akan menyadari bahwa ia sesungguhnya memiliki hidup abadi. Ia terbebas dari semua keterbatasan tubuh fisiknya itu. Ia merdeka untuk menjalani hidup baru lepas dari tubuh fisiknya yang membuatnya banyak mengalami penderitaan. Mimpi buruknya berakhir sudah.
Namun tentu saja kebebasan itu akan benar-benar dinikmati jika ia tahu bagaimana menggunakan kebebasannya untuk menciptakan hidup damai dan membahagiakan. Jika selama dalam menjalani hidup dengan tubuh fisik banyak belajar menciptakan keindahan semuanya menjadi begitu mudah sebab ia tinggal memetik buahnya dan memiliki keahlian menciptakan keindahan.
Dalam fisika quantum dijelaskan bahwa semesta ini adalah berupa hologram (holographic universe), lautan energi berupa getaran dengan frekuensinya yang menampilkan suatu versi tampilan sesuai getaran pikiran kita. Wajah semesta adalah proyeksi pikiran masing-masing jiwa, beda getaran dan frekuensinya akan berbeda tampilan holografisnya.
“Bagaimana jika ternyata hidup di dunia fisik ini hanyalah sebuah mimpi dan pada saat mati kita terbangun dari tidur dan terjaga.”
No comments:
Post a Comment