Monday, 27 May 2019

Kafir dan Kepatuhan pada Para Dewa

Untuk memahami persis dari mana asal-usul istilah "kafir" perlu lebih mengenal tradisi keagamaan di lingkungan Yahudi-Kristen-Islam (Samawi) yang memiliki sumber pengajaran bersama.

Sesungguhnya, dalam faktanya kelompok samawi memiliki sistem tak berbeda dengan kelompok lain yang disebut agama-agama timur yakni sistem penyembahan pada para dewa. Yahwe adalah nama dewa bangsa Israel/Yahudi namun mereka dalam prakteknya juga menyembah dewa-dewa lain yang disebut sebagai ilah-ilah. 

Di Sumeria. Annunaki berarti 'mereka yang turun dari langit'.
"Ribuan tablet tanah liat kuno yang diterjemahkan berisi informasi tentang 
ras dewa dari planet Nibiru.
450.000 tahun yang lalu, Annunaki yang hidup abadi tiba di bumi. Tujuan mereka adalah menambang emas untuk memperbaiki atmosfer planet Nibiru. Annunaki memiliki teknologi yang digunakan untuk melakukan rekayasa genetika di bumi, 
menciptakan ras-ras budak Grey (ras alien) dan manusia bumi.

Bahkan ada mezbah mereka yang ada tulisan: "Kepada Allah yang tidak dikenal" di kota Atena (Kis 17:23). Jejak itu adalah bukti nyata bahwa sesungguhnya Samawi juga penyembah para dewa. Apa yang disebut perintah/firman/sabda tuhan sebenarnya adalah perintah-perintah para dewa = god = tuhan = deus.

Maka tidaklah heran jika kata "Elohim" yang sering diartikan sebagai Allah adalah sebuah kata ganti jamak yang artinya "mereka yang turun dari langit". Maka juga tak perlu heran jika menemukan kata-kata: "Mari kita jadikan manusia seperti gambar kita" dalam kisah penciptaan Adam Hawa. Kata ganti jamak itu memang berarti yang sebenar-benarnya bahwa mereka menyembah para dewa yang turun dari langit, yang melakukan rekayasa genetika atas primata untuk membentuk manusia (Perlu pelajari Tablet Sumeria untuk lebih jelasnya). Dalam pemahaman ini maka juga menjadi jelas ketika ada ayat dalam kitab suci yang mengisahkan "anak-anak tuhan" mengambil perempuan-perempuan bumi sebagai istri.

Sama seperti dalam kisah pewayangan ada kelompok-kelompok dewa yang juga berselisih paham, perang, rebutan wilayah, rebutan pengaruh, begitu juga sepanjang kisah-kisah tradisi samawi adalah melibatkan konflik-konflik politik di antara para dewa dan rebutan pengaruh atas manusia. Setiap suku memiliki dewanya dan mereka saling berperang yang dibacking oleh para dewa mereka. Sebutan kafir adalah lebih bernuasa politik agar masuk sebagai kelompok pendukung salah satu dewa. Bisa baca kisah-kisah di Alkitab bagian Perjanjian Lama yang memuat kisah-kisah konflik politik yang dibacking para dewa itu. Itulah mengapa dalam kitab suci banyak ayat-ayat perang, perintah untuk kepatuhan dan ancaman jika tidak patuh.

Jelas dan gamblang jika benar-benar telah membaca seluruh kisah dalam kitab suci. Jika belum baca pasti tidak paham karena pikirannya lebih patuh pada juru kotbah. Harus baca sendiri dengan cermat seluruh kisah-kisahnya.

Salam sadar. 

Para dewa digambarkan terbang dengan mesin terbang mereka dalam jejak-jejak kebudayaan kuno Sumeria-Babilonia.

...((( 💓 )))... 

No comments:

Post a Comment