Uga Wangsit Prabu Siliwangi menyebutkan bahwa sang pemberi petunjuk saat masa itu tiba adalah "bocah angon yang menggiring ranting kering". Pesan ini nampaknya hendak mengatakan bahwa sang pemberi petunjuk itu bukan seperti kebanyakan tokoh atau guru yang dielu-elukan, banyak pengikutnya. Sang pemberi petunjuk yang disebutkan oleh Prabu Siliwangi hanyalah orang yang dianggap biasa saja, tidak terkenal dan tidak mencari pengikut, hanya menggiring ranting.
Pesan ini penting karena pada masa kesulitan besar itu justru banyak tokoh dan guru yang sangat terkenal dengan pengikut sangat banyak, perintahnya dipatuhi namun mereka bagaikan gembala yang menggiring ternak ke tempat penyembelihan. Orang-orang yang memuja-muja mereka bahkan sampai siap mengorbankan nyawa dan terlibat dalam kekacauan besar dan kegaduhan berkepanjangan. Mereka tidak membawa pengikutnya pada kehidupan damai namun sebaliknya pada pertengkaran dan permusuhan sesama saudara sebangsa.
Penggembala menunggang ternaknya. Para pengikut yang memuja-muja tokoh dan gurunya tidak menyadari menjadi tunggangan untuk kepentingan-kepentingan tokoh dan gurunya.
Pemberi petunjuk yang disebut bocah angon oleh Prabu Siliwangi tidak memberikan perintah, melainkan hanya sekedar petunjuk yang mesti dijalani dan setiap orang memiliki jalan dan arah masing-masing yang unik. Pemberi petunjuk hanya memberikan gambaran umum, tidak akan rinci untuk masing-masing orang. Setiap orang hanya benar-benar menjadi jiwa merdeka dan master kehidupan jika mampu mengembangkan potensi uniknya dan bukan pengikut.
Sikap sekedar mengikuti akan mematikan kreativitas, tidak mungkin menjadi master kehidupan, designer kehidupan masing-masing. Setiap orang selalu memiliki masalahnya masing-masing yang mungkin mirip dengan orang lain namun oleh karena berbeda latar belakang akan selalu butuh solusi langkah yang berbeda. Karakter orang juga berbeda satu sama lain sehingga cara menangani masalah perlu disesuaikan dengan karakternya.
Satu hal lain yang perlu dicatat, bahwa kebanyakan masalah yang dihadapi oleh seseorang timbul dan berasal bukan dari orang lain dan keadaan lingkungan melainkan timbul dan berasal dari orang itu sendiri. Tentu saja seseorang hanya akan hidup sejahtera jika cerdas, kreatif dan bijak sehingga mampu mengelola atau ahli mengelola hidupnya sehingga tidak mendapatkan kesulitan dan menderita oleh karena ulah dan perilakunya sendiri.
Bocah angon juga digambarkan hanya berbagi (sharing) pengetahuan yang didapatkan dari mengumpulkan dan menelusuri jejak-jejak sejarah. Dari menggali jejak-jejak sejarah itu ia mendapatkan pembelajaran tentang kehidupan, pengetahuan dan inspirasi untuk melakukan perubahan. Ini bukan materi yang disukai kebanyakan orang sebab membutuhkan berpikir dan latihan-latihan serta praktek hidup untuk benar-benar memahaminya. Kebanyakan orang lebih suka mendengarkan ceramah dan mengamini apapun kata penceramah tanpa banyak berpikir, bahkan sekalipun mereka tidak paham sama sekali bahasa yang digunakan oleh penceramah.
Hasil penelusuran bocah angon disebutkan menemukan bahwa manusia sepanjang sejarah yang sangat panjang, ribuan tahun, ternyata hanya mengulang-ulang kisah yang sama. Manusia lagi dan lagi jatuh pada masalah hidup yang itu-itu saja oleh karena kebiasaannya sehingga hidup dalam kesulitan dan diperbudak pihak-pihak lain oleh karena kebodohannya sendiri. Mereka bertengkar satu sama lain dan diadu domba serta tanpa sadar menjadi pembela para penjajah mereka dengan siap mengorbankan nyawa. Mereka tidak mau berpikir, emosi sangat tinggi sehingga mudah ditipu dengan dipancing emosinya. Mereka juga tidak menyadari adanya distorsi ajaran-ajaran yang dianggap sebagai petunjuk yang sebagai akibatnya tentu saja petunjuk yang telah terdistorsi tidak bisa diandalkan untuk menyelesaikan masalah-masalah. Akibatnya mereka hanya mengulang-ulang kekeliruan yang sama dan jatuh pada penderitaan yang sama.
Petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh bocah angon yang disuruh untuk dicari oleh Prabu Siliwangi bukanlah materi yang populer dan perlu berpikir untuk memahaminya. Inilah mengapa bocah angon yang digambarkan dalam Uga Wangsit Prabu Siliwangi orangnya sederhana, tidak terkenal dan tidak memiliki pengikut yang memuja-muja dirinya, tidak menggembalakan atau menggiring “ternak” melainkan hanya menggiring ranting kering.
Para pengikut bagaikan ternak yang digiring penggembala, hanya patuh para perintah sang penggembala tanpa berpikir, diajak dan digiring kemana saja hanya patuh menurut.
...((( 💓 )))...
No comments:
Post a Comment