Penyembah pohon yang disembah jelas berupa pohon dan alam, dan karena menghormatinya maka tidak akan semena-mena terhadap pohon dan alam; apalagi terhadap sesama manusia. Sementara penyembah tuhan (yang tidak tampak) yang tidak sadar mengikuti perintah politik para dewa bisa seringkali bersikap semena-mena terhadap alam dan sesama.
Sikap hormat pada pohon seperti pohon besar yang bukan hanya membuat teduh, menyediakan oksigen namun juga menyediakan sumber air menyadarkan pentingnya memelihara lingkungan untuk menjamin kesejahteraan hidup. Pohon tidak boleh ditebang sembarangan.
Saat manusia tidak mampu menghormati alam, manusia tanpa sadar sedang menuju kehancuran. Saat manusia mampu menghormati alam, maka sistem alam yang hidup akan terpelihara yang terciptalah kehidupan damai dan sejahtera. Melalui sistem alam Sang Pencipta bekerja menciptakan kehidupan sejahtera secara aktual.
Mereka yang tidak mampu menghormati pepohonan, semena-mena merusak alam, tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan memelihara alam akhirnya mendapatkan lingkungan rusak, kering, panas, gersang, air langka, bencana longsor, banjir dan sumber pangan juga langka yang berujung pada kesulitan hidup. Kelangkaan akibat ulah mereka sendiri membuat persaingan, dan konflik perebutan sumber-sumber kehidupan di antara mereka.
Dalam prakteknya, sejarah telah mencatat para penyembah tuhan sering terlibat dalam konflik dan permusuhan dari generasi ke generasi dan terus-menerus berusaha memperluas konflik dengan terus mencari pengikut baru. Mereka yang tidak sepaham diberi label kafir atau sesat dan dengan dalil kitabnya mereka menyatakan layak untuk disingkirkan dan dimusnahkan sebab dianggap sebagai kotoran.
Sebaliknya, para penyembah pohon bersikap menghormati dan memelihara alam. Rasa hormat pada alam ini mendekatkan mereka pada pengetahuan dan pemahaman cara kerja alam melalui berbagai sistemnya menjaga keseimbangan dan rantai ekologi sehingga kelimpahan itu tersedia secara lestari. Mereka menyadari bahwa kehadiran suatu bentuk kehidupan memainkan perannya dalam siklus dan aliran energi daya hidup.
Pengalaman memelihara kehidupan seperti tanaman memberikan kepada mereka pengetahuan mengenai daur kehidupan sehingga bahkan daun kering dan kotoran hewan ternak dapat mereka lihat sebagai bagian dari tersedianya kelimpahan hidup, yakni menyuburkan lahan pertanian untuk tanaman pangan mereka. Mereka menyadari bahwa ada sebentuk kesadaran dengan kecerdasan di balik setiap makluk dengan misi suci untuk kehidupan.
Salam “Rahayu sagung dumadi” berarti ucapan salam dan doa bagi semua bentuk kehidupan agar semuanya bahagia sejahtera. “Namaste” adalah salam yang berarti “Salam hormat bagi roh suci yang tinggal di dalam ragamu”. Kedua salam itu mengisyaratkan suatu pemahaman spiritual yang sangat mendalam bahwa di balik setiap makluk dan bentuk kehidupan ada roh suci yang mendayai dan menggerakkannya. Sang Pencipta kelimpahan hidup hadir langsung dalam setiap bentuk kehidupan untuk menyediakan kelimpahan.
...((( 💓 )))...
No comments:
Post a Comment