Sunday 5 August 2018

Jiwa Merdeka

Mungkin sastrawan juga terlihat aneh, walau secara ekonomi dihitung tidak menguntungkan tetap saja mereka menulis. Menulis bukan karena untuk mendapatkan uang, menulis karena suka menulis atau bisa dikatakan sebagai hobi. Bahkan ada yang rela dipenjara seperti Pramudya. Ada suatu nilai yang mereka junjung dan perjuangkan.

Kebebasan bicara/mengungkapkan pendapat hanya salah satunya yang mewakili kemerdekaan mental dan spiritual. Banyak orang tidak menyadari bahwa hidupnya terbelenggu,terpenjara oleh keharusan-keharusan dan aturan-aturan yang dianggap benar dengan ancaman dan hukuman jika tidak mematuhinya. Intimidasi dan tekanan adalah ciri khas "penjara" itu.

Orang lain akan menganggap kemerdekaan spiritual itu sebagai kesalahan atau penyakit. Label atheis, komunis, kafir atau sesat adalah istilah yang manusia gunakan untuk apa yang mereka sebut penyakit itu.

Faktanya apa yang seringkali dianggap benar oleh seseorang hanyalah sekedar suatu persepsi yang bisa dianggap salah dari suatu persepsi lain. Suatu hal bisa dilihat dari berbagai sudut pandang yang menghasilkan berbagai persepsi. Mereka yang memiliki wawasan luas melihat secara multiperspektif sehingga tidak lagi terjebak dengan dualitas salah-benar/baik-buruk.

Manusia yang telah merdeka secara spiritual tidak peduli dengan penilaian, label, penghakiman dan hukuman yang mereka terima. Mungkin secara fisik mereka dipenjara namun secara mental mereka adalah jiwa yang merdeka.

Jeruji penjara tidak pernah dapat mengurung kemerdekaannya dan ia akan terus dan terus menulis mengekspresikan jiwanya yang bebas merdeka. Orang lain akan merasa asing dengan dirinya, namun sang jiwa bebas merdeka tidak terasing dari dirinya sendiri.

"Burung yang terlahir di dalam sangkar akan mengira bahwa terbang bebas adalah suatu penyakit."
~ Alejandro Jodorosky 


 ...(((  )))... 

















No comments:

Post a Comment