Tuesday 21 August 2018

Gerakan Radikal dan Perbudakan Mental

Mungkin banyak yang tidak sadar, sebenarnya apa tujuan gerakan radikal berbasis agama itu.

Mereka memaksa orang untuk menerima kepercayaan mereka, sebuah sistem dan budaya yang wajib dipatuhi.

Mereka memiliki aturan-aturan kaku yang tidak boleh dibantah dan dipertanyakan. Sebagai contohnya, wanita diharuskan berpakaian tertutup, simbol menutup diri dan menutup pikiran.

Membelenggu kaum ibu adalah langkah strategis untuk sepenuhnya mengontrol manusia sebab ibu adalah pendidik generasi muda.

Generasi muda yang dididik oleh ibu yang pikirannya terbatas dan terbelenggu akan menghasilkan generasi buta kehidupan.

Bisa dilihat bagaimana sikap mereka yang wawasannya sangat terbatas. Mereka tidak mampu berpikir, tidak mampu mencerna, tidak mampu memahami, hidup dalam dunianya sendiri, hidup dalam ilusi dan tidak mampu melihat kehidupan yang senyatanya.

Mereka memiliki sistem logikanya sendiri berdasarkan keyakinannya. Keyakinan dan dalil-dalil yang wajib dipatuhi. Mereka takut keluar dari bingkai itu.

Perbudakan mental memenjarakan pikiran dan mereka otomatis menjadi pembelanya sebab hidup dalam ketakutan. Mereka tidak berani keluar dari wilayah pengetahuannya. Sebagai akibatnya tidak berani berpikir dan tidak tahu bahwa mereka hanya diperbudak dan diperalat.

Para penolong mengalami banyak kesulitan dan perlu ekstra sabar sebab mereka yang akan ditolong ini justru menganggap para penolong sebagai musuh, pengganggu dan sesat sebab memiliki pemikiran yang berbeda. Menolong jiwa-jiwa yang meminta tolong namun tidak siap ditolong adalah tantangan para pekerja cahaya.
“Perbudakan mental adalah bentuk terburuk dari perbudakan. Perbudakan mental memberimu ilusi kebebasan, membuatmu menaruh kepercayaan, mencintai dan membela pihak yang menjajah dirimu, sementara kau malahan memusuhi mereka yang mencoba membebaskan dirimu dan membuka matamu (agar kau bisa melihat keadaan yang sesungguhnya).” 


No comments:

Post a Comment