Wednesday 29 August 2018

Sabdo Palon dan Era Keemasan

Di Jawa dikenal ada figur spiritual Sabdo Palon. Sebelum masuknya agama-agama dari padang pasir ke Nusantara di masa Majapahit, rakyat hidup damai dengan agama utama Buddha Siwa, campuran Buddha dan Hindu yang rukun.

Sejak masuknya agama-agama yang merasa paling suci dari padang pasir, orang-orang yang tidak seiman dianggap kafir dan sesat yang harus dihapus.

Budaya Nusantarapun dianggap budaya kafir, sesat, penyembahan berhala. Yang menentang dibunuh. Raja Brawijaya yang tidak mau berganti agama ditumbangkan. Perang tak terelakkan oleh pemberontak Demak.

Ada strategi untuk menguasai suatu bangsa, yakni hancurkan budayanya dan gantikan dengan budaya baru sehingga mereka kehilangan jati diri, merasa lemah tak berdaya sebagai bangsa rendahan penuh dosa.

Sabdo Palon disebut sebagai tokoh spiritual memperingatkan Brawijaya ketika Brawijaya akhirnya memilih berganti agama.

Sabdo Palon berjanji akan datang kembali 500 tahun lagi untuk membawa kembali bangsa ini mendapatkan kemerdekaan dan kejayaannya.

Kini waktu itu telah lewat dan mulai terlihat anak-anak asuh Sabdo Palon muncul ke permukaan berjuang memulihkan kejayaan Nusantara dengan "senjata pengetahuan dan kebijaksanaan hidup".

Bagi yang merasa suci dan bersih dan merasa terganggu oleh orang-orang yang dianggapnya kafir dan sesat dipersilakan kembali ke padang pasir agar tidak terganggu dan terkotori dengan kekafiran dan kesesatan tanah ini. Padang pasir lebih tepat bagi orang-orang yang sudah paling suci dan paling bersih. Biarkan tanah ini bebas dan merdeka dengan kekafiran dan kesesatan budaya asli Nusantara yang kaya ragamnya.

Yang merasa paling suci tidak akan terganggu lagi di tanahnya, sehingga kita sama-sama tenang dan damai tak terganggu.

Biarkan Nusantara hidup damai dengan semua budaya asli Nusantara yang mungkin tak sesuai untuk alam padang pasir. Biarkan Nusantara terus berkreasi dengan cara-cara yang mungkin tak sesuai dengan aturan, adat dan budaya padang pasir. Nusantara adalah tanah merdeka untuk berkarya seni sesuai panggilan hati nurani, bukan dengan perintah dan larangan-larangan itu.

Jika ingin tetap tinggal di Nusantara, sesuaikan diri dengan alam dan budaya Nusantara, dan bukan sebaliknya memaksa Nusantara menerima dan digantikan budaya asing. Labelisasi sesat dan kafir adalah budaya asing yang tidak sesuai dengan semangat welas asih yang menyatukan dalam harmoni. Nusantara adalah negeri yang menghargai alam apalagi sesama manusia, dan agama-agama Nusantara disebut agama alam sebab berbasiskan keselarasan dengan dinamika alam kehidupan.

Saat Nusantara bangkit kembali kesadarannya adalah saat era keemasan dengan kehidupan damai sejahtera kembali dipulihkan oleh jiwa-jiwa pendamai dan bijaksana sehingga memungkinkan kreativitas menjadi cara untuk mengekspresikan kebahagiaan.

Nusantara Jaya Shakti ...((( ❤ )))...

“Tentu saja kau tidak mati. Tidak ada jiwa yang mati. Kematian jiwa tidak ada. Kau hanya mencapai suatu tingkat visi baru, suatu alam kesadaran baru, dunia baru yang belum kau ketahui.” 
~ Henry Miller 

Setiap jiwa/soul hidup abadi dan menjalani kehidupan dalam lapisan-lapisan kesadaran dan alam yang bertingkat dengan realitanya sesuai tingkat evolusi kesadarannya. Namun, kesadaran diri sejati sang jiwa menyatukan semua lapisan kesadaran itu yang bisa diakses untuk memandu dalam perjalanan hidupnya di suatu realita. 

...((( ðŸ’“ )))... 

No comments:

Post a Comment